MARKUS
12: 28
– 34
Saudara-saudari yang saya kasihi dalam
Tuhan kita Yesus Kristus.
Dalam
bacaan ini dikatakan bahwa di salah
satu kesempatan tanya jawab dengan Tuhan Yesus, seorang ahli Taurat
bertanya, “Hukum manakah yang paling utama?”
Yesus
menjawab dalam dua bagian. Pertama, “Tuhan Allah kita hanya satu.
Kasihilah Tuhan , Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap
jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.”
Kedua, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak
ada hukum lain yang lebih utama daripada kedua hukum ini.”
Dan
memang benarlah demikian. Inilah kedua hukum yang merangkum seluruh
isi Kitab Suci dan menjadi dasar hidup kita sebagai pengikut Kristus.
Saya yakin, kita semua sudah pernah mendengar bahkan menghapal hukum
cintakasih ini. Secara turun-temurun, entah dalam keluarga, dalam
hidup menggereja, dalam institusi pendidikan katolik, dan dalam
berbagai keseharian kita sebagai umat beriman, hukum cintakasih ini
selalu dan selalu dikhotbahkan, dikenalkan, diajarkan dan diwariskan
sebagai dasar dari seluruh panggilan kita sebagai pengikut Kristus.
Jika
demikian, kenapa sekarang kita masih terus-menerus diingatkan akan
hukum ini? Kenapa bacaan Injil ini harus kita angkat untuk
direnungkan bersama?
Pertanyaan-pertanyaan
ini dapat dijawab dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan lainnya
bagi kita sekalian. Masih adakah orang yang hidup miskin tanpa sesuap
nasi untuk dimakan? Masih adakah orang-orang sakit & gelandangan
yang dibiarkan mati di pinggir jalan karena tidak bisa memperoleh
hidup yang layak? Apakah dunia ini masih saling berperang dan
membunuh dengan mengatasnamakan agama, suku, ras, maupun kelompok?
Ini hanyalah beberapa dari sekian banyak pertanyaan yang membuat kita
boleh merenungkan dan tertunduk malu di hadapan Allah dalam kesadaran
bahwa segala kemalangan tersebut merupakan bukti nyata betapa sampai
saat ini kita masih gagal dalam menjalankan hukum cintakasih yang
diajarkan oleh Tuhan dan Penyelamat kita Yesus Kristus.
Saudara-saudari
terkasih,
Allah
adalah Kasih & kita diciptakan karena kasih Allah. Kita dipanggil
untuk menyadari keluhuran martabat kita sebagai manusia yang tercipta
karena kasih. Kesempurnaan kita sebagai manusia justru terletak pada
seberapa besar kemampuan kita dalam mengasihi. Oleh karena itu,
berulang kali Gereja mengajak kita untuk terus menerus berusaha
menghidupi hukum cintakasih ini sebagai yang terutama dalam hidup
kita.
Apa
yang dimaksud dengan mengasihi Allah dengan segenap hati, dengan
segenap jiwa, dengan segenap akal budi dan dengan segenap kekuatan?
Artinya,
kita menyadari betapa kita berharga dan dikasihi Allah, bahwa seluruh
hidup kita berasal dari-Nya, sehingga karenanya kita mengarahkan
segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan kita untuk mengasihi Allah
atas karya-Nya yang begitu indah dalam hidup kita. Seberapa besar
kasih kita kepada Allah sangat tergantung dari seberapa besar
kerinduan kita untuk memiliki relasi pribadi yang mendalam dengan
Dia. Tidak ada ukuran yang dapat dipakai dalam mencintai Allah.
Sebab, sebagaimana dikatakan oleh St. Fransiskus dari Sales, “Ukuran
mencintai Allah adalah mencintai tanpa ukuran.” Bilamana kita
sungguh mengasihi Allah dan memiliki relasi pribadi yang mesra
dengan-Nya dalam doa, dengan sendirinya kita akan dimampukan untuk
melaksanakan hukum yang kedua, yakni “mengasihi sesama manusia
seperti diri kita sendiri.” Kita akan memberi dengan murah hati
sebagaimana Tuhan memberi, mengampuni sebagaimana Tuhan mengampuni,
dan mengasihi sebagaimana Tuhan mengasihi. Jalan hidup seorang
Kristen adalah jalan cintakasih. Tidak ada jalan lain untuk menuju
kemuliaan surga selain jalan ini. Santo Yohanes dari Salib dengan
tegas menyatakan hal ini dengan berkata, “Pada senja hidup kita,
kita akan diadili menurut ukuran cintakasih.”
Kiranya
tahun iman yang kita rayakan saat ini membaharui iman dan panggilan
kita, bahwa kita dipanggil untuk mengasihi Allah dengan segenap hati,
jiwa, akal budi dan kekuatan, serta mengasihi sesama seperti diri
sendiri.
Semoga demikian.
My sincere prayer & fraternity love,
VEROL FERNANDO TAOLE
My sincere prayer & fraternity love,
VEROL FERNANDO TAOLE
Shalom untuk bapak, ibu, saudara/i semua. Mari kita bersama-sama belajar membaca Shema Yisrael yang pernah dikutip oleh Yesus ( nama IbraniNya Yeshua/ ישוע ) di dalam Injil, yang dapat kita lihat di Markus 12 : 28 yang berasal dari Ulangan 6 : 4. Kalimat Shema Yisrael ini biasa diucapkan oleh orang Yahudi dalam setiap ibadah untuk mengungkapkan iman kepada satu Tuhan yang berdaulat dalam kehidupan mereka dan pada awalnya pun orang-orang yang percaya kepada Yesus dari bangsa-bangsa bukan Yahudi juga ikut serta dalam ibadah orang Yahudi di sinagoga.
BalasHapusTanpa bermaksud untuk menyangkali keberadaan Bapa, Anak dan Roh Kudus yang juga telah berulangkali diungkapkan dalam Perjanjian Baru, berikut ini Shema Yisrael dengan huruf Ibrani dan cara membacanya dengan mengikuti aturan tata bahasa yang ada
Huruf Ibrani, " שמע ישראל יהוה אלהינו יהוה אחד "
Cara membacanya, " Shema Yisrael YHWH ( Adonai ) Eloheinu YHWH ( Adonai ) ekhad "
Dilanjutkan dengan mengucap berkat
Huruf Ibrani, " ברוך שם כבוד מלכותו לעולם ועד "
Cara membacanya, " Barukh Shem kevod, malkuto le'olam va'ed "
( Diberkatilah Nama mulia, KerajaanNya untuk selama-lamanya )
🕎✡️🐟🤚🏻👁️📜🕯️🕍🤴🏻👑🇮🇱🗝️🛡️🗡️🏹⚖️⚓✝️🗺️🌫️☀️🌒⚡🌈🌌🔥💧🌊🌬️❄️🌱🌾🍇🍎🍏🌹🍷🥛🍯🐏🐑🐐🐂🐎🦌🐪🐫🦁🦅🕊️🐍₪